Pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) yang berlapis, bahkan pembebanan Norma Perhitungan Penghasilan Netto (NPPN) yang dinilai terlalu tinggi membuka peluang akan lebih banyak lagi penulis buku yang berguguran.
"Kalau efeknya memang belum terlihat karena baru beberapa hari. Tapi optimisme (undur diri penulis) mulai muncul," ujar Direktur Penerbitan PT Gramedia Asri Media Wandi S Brata, dalam Economic Challenges, Selasa 19 September 2017.
Padahal menurut Wandi, jika dilihat dari produktivitas penulisan secara nasional, Indonesia cukup hebat dalam menghasilkan produk-produk tulisan. Dia menyebut pertumbuhan produktivitas tulisan per tahunnya luar biasa, jika pada 2014 hanya sekitar 26 ribu judul buku, pada 2015 jumlahnya meningkat hingga 44 ribu judul buku.
"Tahun kemarin sudah 57 ribu judul buku, peningkatannya hampir 13 ribu dan itu luar biasa untuk Indonesia. Walaupun tidak semuanya diloloskan dan diterbitkan menjadi buku," katanya.
Dengan tingkat produktivitas yang cukup membanggakan itu, Wandi mengatakan sepakat bahwa penghitungan penghasilan penulis harus disamakan dengan profesional independen lain seperti dokter atau insinyur. Hal itu dirasa lebih adil.
Wandi memberi ilustrasi, jika penulis memiliki pendapatan satu miliar per tahun maka penulis harus membayar pajaknya sekitar Rp228 juta. Sementara profesional lain hanya membayar sekitar Rp87 juta.
"Jadi hampir tiga kali lipat (jumlah yang dipotong). Penerbit sudah memotong dengan pajak 15 persen saja sudah Rp150 juta, kalau dibandingkan dengan profesional lain penulis punya restitusi sekitar Rp70 juta. Makanya saya amat sangat mendukung kalau perhitungannya berdasarkan PPN saja, lebih adil," katanya.
0 Comments
